Improving Quality Of Life

Visitor 14.975

Hits 484

Online 5

KATALOG KARYA
2012.3625 - 223.GIG
Cerita Bersambung - Legenda © 2012-04-08 : 08:44:25 (4373 hari -00:30:12 lalu)
The Power to be your best ternyata tak ku duga, di sini mulai cerita
KRONOLOGIS KARYA » FAJAR MENYINGSING DI BLORA. (CHAPSTER 4 : BERSATUNYA GOLONGAN HITAM) BAG.1 ± Cerita Bersambung - Legenda © GigihSantosa. Posted : 2012-04-08 : 08:44:25 (4373 hari -00:30:12 lalu) HITS : 2094 lyrict-lagu-pilihan-lama
RESENSI : Cerita yang digali dari negeri sendiri, dimana sebuah kepahlawanan muncul dengan sendirinya, hanya berpegang sebuah keyakinan tentang kebenaran.
Sore itu hujan gerimis mengguyur blora dan sekitarnya. Anginpun berhembus lebih kencang dari biasanya. Langit sudah kelihatan gelap. walau dalam tata surya matahari belum merambah keperaduanya. Di sebuah warung makan dikademangan Alas gembel, terlihat dua sosok yang sedang asyik menyatap hidangan nasi megana dengan lauk ikan wader goreng serta senampan terancam bersama sambel kelapa mudanya.
"Makanan ini enak sekali kakang" kata Glagah seto kepada kakanya Glagah wiru.
Glagah wiru hanya tersenyum melihat adiknya makan begitu lahabnya seperti dikejar setan.
"Jangan kau makan semuanya adi, sisakan piringnya untuk dikembalikan" Seloroh glagah wiru.
Tak urung glagah seto pun tertawa mendengar gurauan kakaknya. Kembali mereka berdua makan dengan lahabnya. Wedang sere pesanan merekapun datang. Setelah terhidang, wedang itu mereka sruput pelan pelan karena panasnya.
"Segar sekali kakang, wedang sere ini kurasa paling nikmat se Blora" celetuk glagah seto..
"Kemarin sewaktu makan disebuah warung makan dikademangan purwodadipun kau bilang wedang sere mereka yang paling nikmat" Timpal glagah wiru.
"Apakah aku berkata seperti itu?" Tanya glagah seto selanjutnya.
"Ya, kau mengatakan begitu adi" Jawab glagah wiru sambil mengunyah makanannya.
"Kalo begitu dua duanya yang paling nikmat kakang" Glalgah seto menjawab tetapi mulut dan tangannya masih sibuk mengunyah dan mengambil makanan. Glagah wiru pun hanya tersenyum melihat tingkah polah adiknya, kenyataannya memang glagah wiru sangat menyayangi adiknya lebih dari nyawanya sendiri. Kebetulan memang glagah wiru lahir lebih dulu, umur mereka selisih tiga tahun, akan tetapi karena didikan ayahnya yang keras, tegas serta disiplin, membuat kakak beradik yang berjuluk sepasang glagah kembar itupun tumbuh tanpa ada ruang kemanjaan. Biarpun ramandanya adalah seorang patih dikadipaten blora saat itu. Mereka seperti bukan anak kerabat kadipaten yang terjamin segala fasilitas untuk kesenangannya. Begitulah cara mendidik Ki narpati onggo yudo terhadap kedua anaknya. Ki narpati onggo yudo tidak mau anaknya menjadi lemah karena kedudukan ayahnya. Glagah wiru dan glagah seto harus tumbuh menjadi pemuda pemuda kuat, paling tidak mereka bisa melindungi dirinya sendiri dari mara bahaya yang mengancam mereka sewaktu waktu.

Disaat glagah kembar asyik menyantap makanan, tiba tiba ada tiga ekor kuda berhenti mendadak didepan warung yang mereka singgahi. Tiga orang bertubuh kekar dan bertampang sangar dengan senjata golok yang masing masing terselip dipinggangnya memasuki warung makan itu dan segera menuju di bangku paling tengah dan yang paling lebar. Bergegas salah seorang penjaga warung itupun dibuat tergopoh gopoh dengan kedatangan tamu rombongan tiga orang itu.
“Silahkan ndoro, silahkan duduk” Kata penjaga warung dengan takzim menyilahkan ketiga orang itu duduk. Dengan mata yang nyalang dan tingkah yang begitu pongahnya mereka bertiga segera duduk, tanpa menjawab basa basi lumrah dari seorang penjaga warung.
“Ndoro sekalian mau pesan apa?” lanjut penjaga warung itu bertanya.
Salah seorang dari ketiga orang itu menjawab sambil tangannya menggebrak meja dihadapanya.
“Keluarkan semua makanan yang paling enak diwarung ini” Jawab salah seorang dari ketiga orang tersebut. Tak urung penjaga itu dibuat kaget dengan gebrakan meja tadi, tapi tidak bagi sepasang glagah kembar. Kedua kakak beradik itu tetap meneruskan makanan mereka dan tak ambil peduli dengan ketiga orang kasar itu.
“Baik..baik ndoro, segera pesanan akan dihantar” Kata kesanggupan penjaga warung dengan lutut goyah tanda gemetar. Di dalam dapur sendiripun semua siudah pada merasa ketakutan yang sama, akan tetapi mereka juga harus bekerja lagi untuk menyiapkan semua hidangan yang di pesan ketiga orang kasar itu  walau dengan muka muka pucat.
“Cepatttt” Hardik seseorang dari ketiga orang itu yang paling kurus badanya.
“Iya ndoro, kami berusaha secepatnya” kembali pejaga warung itu menjawab dengan hati yang ditenang tenangkan. Dan tak beberapa lama hidangan itu memang sudah terhidang, segera orang bertiga itu mengambil apa apa yang disukainya.
“Heii kau kesini” salah seorang yang bertubuh tambun dengan muka kehitaman memanggil penjaga warung yang berdiri dipojok.
“Iya ndoro, ada sesuatu yang bisa kami bantu?” Tanya penjaga warung itu dengan keramahan sempurna.
“Bodoh, jelas kami ingin meminta sesuatu padamu” Jelas salah seorang lagi yang berperwakan sedang.
“Kami ingin tuak terbaik yang dipunyai warung ini, cepat hidangkan kepada kami” Imbuh yang bertubuh paling kurus.
“Ba..ba..baik ndoro, segera kami hantar” Jawab penjaga warung itu gagap.
“Ha...ha..ha...dasar kelinci kelinci tolol” Kata seorang yang berperawakan sedang dan dengan kumis yang melintang disertai tawanya yang memekakan telinga. Penjaga warung itu masih tergagap gagap sampai kebelakang ketika penjaga warung yang didepan menyampaikan pesanan kepada orang yang bertugas didalam.
Glagah kembarpun tak urung merasa terganggu dengan polah tingkah ketiga tamu warung yang datang belakangan tersebut. Tetapi hati mereka berusaha mengendapkan dan menahan diri supaya tak memancing keributan. Tiga buah kendi lumayan besar yang terisi tuak terbaik yang dimiliki warung itu telah berada dihadapan ketiga orang yang bertampang brangasan tersebut. Segera mereka menuangkan di gelas bambu masing masing dan meminumnya. Mata mereka jelalatan kemana mana, mengitari semua yang berada didalam warung. Salah seorang dari mereka yang bertubuh paling kurus, menggamit tangan seorang yang berperawakan sedang tetapi dengan kumis melintang.
“Nampaknya ada dua kelinci yang berpura pura jadi pendekar” bisik seseorang yang bertubuh kurus. Mereka melihat glagah seto dan glagah wiru serta dua buah pedang yang tergeletak di meja dihadapan sepasang glagah kembar itu. Glagah wiru dan glagah seto tahu bahwa ketiga orang itu sedang memperhatikan mereka, akan tetapi berdua kakak beradik itupun tak ambil pusing, mereka masih meneruskan makannya dan beberapa kali menyruput wedang serenya yang masih terasa panas.
Ketiga orang itu masih mengawasi glagah wiru dan glagah seto. Mereka menyantap makanan yang tersedia bersama tiga buah kendi isi tuak. Tiga buah kendi tuak telah ludas diminum mereka, selanjutnya merekapun memanggil lagi penjaga warung itu.
“Hai tolol kesini kau” Hardik seorang yang bertubuh tambun dan bermuka kehitaman.
“iiii iya ndoro” Penjaga warung itu menghampiri dan menjawab walau masih tergagap gagap.
“Keluarkan tuaknya lagi, tuak kami sudah habis” pinta seorang yang bertubuh tambun itu.
“mmemmm..maaf ndoro, tuak kami sudah habis, tiiitiitiga kendi itu yang terakhir yang kita punya” Jawab penjaga warung itu dengan gagap yang tambah parah.
Glagah wiru dan glagah seto melihat penjaga itu merasa lucu tapi kasihan juga, sekilas kedua glagah kembar itu tersenyum walaupun sekilas.
“Apa?” Kata kata itu terucap dengan diringi satu kendi pecah dibanting.
“Maama’af ndoro, tapi kami betul betul kehabisan tuak hari ini ndoro” Jelas penjaga warung itu dengan lutut goyah. Sekelebat tangan, seorang dari ketiga itu mengambil kendi dan langsung melemparkanya ke arah muka penjaga warung itu, dan krompyangggg!! Belum sampai kendi itu mengenai muka penjaga warung, kendi itu telah telah pecah berhamburan tampa diketahui apa sebab yang pasti.
Ternyata diam diam Glagah seto telah menyentilnya dengan sebuah tomat kecil untuk memecahkan kendi itu sekaligus menahannya supaya kendi itu jangan sampai mengenai muka penjaga warung yang tidak berdosa.
“Bangsat, ternyata ada yang mau mencampuri urusan kami” Ketiga orang itu serempak berdiri sambil membalikan meja yang masih penuh makanan yang berada dihadapanya.
Tak urung meja itupun terbalik berbareng dengan suara piring dan peralatan lain yang pecah, gedubrak!!! Krompyang!!!
Dan saat itu juga ketiga orang bertampang sangar itu mencabut masing masing goloknya.
Tak ayal lagi, penjaga warung dan petugas warung lainya yang berada di dapur menjadi sangat  ketakutan. Wajah mereka semuanya pucat, lutut mereka bergetar, tak mampu menyangga tubuh masing masing.
Sedangkan tamu lainnya pada berhamburan keluar takut terbawa bawa dan bisa bisa menjadi bahan amukan ketiga orang kasar itu. Tetapi tidak untuk Glagah wiru dan Glagah seto, mereka dengan santainya menghabiskan makanan mereka dan meminum wedang sere sampai tandas tak tersisa.
“Bangsat, ternyata dua orang monyet ini yang mau mencari mati” Hardik orang yang bertubuh tambun dan bermuka kehitaman.
“Hei monyet busuk, apakah kalian sudah bosan hidup?” Tanya seorang yang paling kurus badanya. Sepasang glagah kembar itu lantas berdiri dan masih mengesampingkan ketiga orang itu seolah tiada siapa siapa.
“Paman kesinilah” Glagah seto memanggil penjaga warung, masih saja lututnya bagai menggigil.
Penjaga warung itupun menghampiri glagah seto dan glagah wiru walau dengan kaki yang terasa amat berat.
“Paman sekalian tidak usah takut, mereka hanya tiga ekor anjing yang menyalak tanpa bisa berbuat apa apa” Glagah wiru menerangkan.
Ketiga orang itupun mendengar kata kata glagah wiru, secara otomatis kemarahan mereka meluap dan membakar ubun ubun mereka. Tak beberapa lama Glagah wiru diam, sekelebat golok telah mengancam lehernya dari belakang. Wussss....bunyi udara yang terbelah akibat tebasan golok yang tak mengenai sasaranya, lewat.
“Bajingan” Umpat orang yang bertubuh tambun dan bermuka kehitaman.
Hanya dengan sedikit menunduk tanpa melihat kebelakang, Glagah wiru telah tahu arah serangan senjata lawan. Glagah wirupun segera berbalik dan bersiap dengan kesigapan tertinggi. Begitu juga Glagah seto, Glagah seto telah berada disamping kakaknya dengan kuda kuda yang sempurna.
“Ternyata kedua monyet ini punya sedikit kepandaian” Kata salah satu dari mereka yang bertubuh kurus.
“Sebelum kalian mati ditempat ini, sebutkan nama kalian, supaya orang disini bisa mengabari kerabatmu untuk membawa pulang mayatmu” Sambung orang bertubuh sedang dan dengan kumis yang melintang. Glagah wiru dan Glagah seto hanya tersenyum, tak menjawab pertanyaan ketiga orang tersebut.
“Baik, kalian tidak mau menyebut nama kalian, jangan salahkan kami bila mayat kalian hanya untuk makanan serigala ditengah hutan jati” Sergah seseorang yang bertubuh kurus.
Golok yang berada ditangan ketiga orang itu berkilau kilauan tanda saking tajamnya. Sesungguhnyalah mereka bertiga telah memposisikan diri masing masing dengan setengah kepungan. Pergeseran kaki ketiga orang itu memang tampak terlatih. Glagah wiru dan glagah seto pun tahu bahwa musuh yang berada dihadapanya itu terbiasa bertarung dengan cara berkelompok. Akan tetapi yang dihadapi ketiga orang bertampang sangar itu bukan anak kemarin sore yang baru turun gunung. Mereka adalah sepasang glagah kembar yang sudah ditempa lahir batinya oleh sesorang yang bernama kyai pudak cengkar dibukit kemukus.
Terjadilah pertarungan disudut sempit disebuah warung makan di kademangan alas gembel itu antara ketiga orang yang belum dikenal dengan sepasang glagah kembar, Glagah wiru dan Glagah seto.
“Kakang tidak usah repot repot, biar aku saja yang menghadapinya kakang” Sela glagah seto dalam kesiapan penuh bertarung. Yang disuruh menonton saja hanya tersenyum, akan tetapi glagah wirupun segera meloncat kebelakang dan benar benar hanya duduk sambil jegang kakinya.
“Sompret sialan, anak monyet ini sungguh berlagak, lihat golok kami” Serempak mereka menyerang. Hanya dengan tangan kosong saja glagah seto menghadapi ketiga begundal yang tak sengaja menjadi musuhnya sekarang. Satu babatan dari muka mengarah ke batang lehernya, dari samping kanan menebas mengarah ke pundaknya, satu sayatan dari samping kiri mencoba menyobek perut glagah seto. Tiga senjata menyerang bersamaan di tiga sasaran yang mematikan.
Dengan gerakan yang sulit diterima nalar, gerakan glagah seto yang sudah dilandasi ajian seipi angin dari gurunya kyai pudak cengkar, menjadikan gerakan glagah seto lebih cepat dari datangnya serangan dari arah yang berbeda itu. Hingga mata awampun sulit untuk melihat apa yang terjadi dengan glagah seto, alhasil dua dari senjata yang menyerang dari tiga arah yang berbeda itu malah beradu sendiri, Tranggg! Sepercik api terlihat dari hasil benturan dua golok tersebut.
“Setan alas, anak ini pasti sebangsa demit” Rungut seorang yang betubuh tambun dan bermuka kehitaman. Di depan matanya sendiri, seolah olah glagah seto bisa menghilang. Kecepatan gerak glagah seto tak mampu diikuti oleh matanya.
Melihat hal ini ketiga orang itu makin beringas dan mengamuk sejadi jadinya. Irama serangan dari ketiganya menunjukan jurus yang sama dan menjadikan perpaduan gerak yang serasi namun sangat berbahaya bagi lawanya.
Seandainya glagah seto lengah sedikit saja, niscaya satu dua sayatan akan langsung mengenai bagian tubuhnya. Ternyata ilmu glagah seto berlapis lapis lebih tinggi dari ketiga berandalan itu, dalam satu langkah kembang, glagah seto menghindari satu serangan tebasan dari depan.
Akan tetapi glagah seto malah merapat kepada penyerang didepanya, seseorang bertubuh kurus itu nampak kebingungan ketika dia tidak bisa menggunakan senjatanya karena badannya dan badan glagah seto sangat rapat dan hampir tak ada jaraknya. Sekejab Glagah seto telah berada dibelakang punggungnya. Tangannya yang memegang senjata telah digenggam oleh tangan glagah seto dengan cengkraman yang tak mungkin dilepaskanya. Kedua temanya segera sadar akan apa yang terjadi, segera berbarengan mereka menyerang glagah seto lagi dari samping, trangg!!! Dua golok beradu, ternyata Glagah seto meminjam tangan seseorang yang bertubuh kurus itu untuk menangkis serangan kawannya. Golok yang beradu itu memercikan api, tanda saking kerasnya benturan itu, hingga kedua golok itu telah rompal disisi tajamnya. Setelah itu kaki glagah seto telah menjulur, mengejar seseorang yang bertubuh tambun dan bermuka kehitaman. Karena benturan goloknya tadi, orang tambun dan bermuka hitam itu merasakan tanganya kesemutan bagai digerayangi semut api. Belum lepas kekagetanya, kaki glagah seto sudah menyusulnya dengan tendangan menyamping tepat mengenai pelipis sebelah kanan seseorang yang bertubuh tambun dan bermuka kehitaman itu, dessss!!!.
Orang itu sampai terpelanting, dan kepalanya membentur tembok yang berada disampingnya. Sekejap matanya mendelik, setelah itu roboh tak sadarkan diri.
Dari pada itu seseorang yang bertubuh sedang dengan kumis melintang belum sempat layangkan goloknya, tiba tiba saja temanya yang dalam penguasaan Glagah seto malah terbang menghambur kearahnya oleh sebab dilemparkan Glagah seto.
Tak ayal mereka pun bertubrukan lintang pukang. Daya lontar glagah seto terhadap seseorang yang paling kurus diantara ketiga brandalan itu sangatlah besar, menjadikan mereka tumpang tindih tak bisa mengatasi keadaanya.
Semua yang meyaksikan pertarungan itu pastilah tertawa, melihat kedua orang brandalan itu bertubrukan dan kebingungan. Penjaga warung semuanya yang tadi dicekam ketakutan sekarang sudah bisa tertawa terbahak bahak melihat perkembangan perkelahian itu, dimata mereka kejadian itu sangatlah lucu dan mengundang gelak mereka.
Dalam pada itu Glagah wiru masih duduk dengan santainya tapi tak lepas selalu mengamati keadaan sekelilingnya. Senyumnyapun mengembang ketika melihat tiga begundal itu menjadi bulan bulanan adiknya. Sebelum kedua orang brandal itu bangun, mereka masih sempat meraba raba mencari golok mereka yang lepas dari genggaman tangan mereka.
Mata mereka masih terpejam, karena merasakan pusing yang alang kepalang akibat mereka berdua bertubrukan tadi. Belum sempat mereka bisa menemukan senjatanya, golok mereka berdua telah berpindah tangan digenggaman Glagah seto.
“Kalian mencari ini” Tanya glagah seto.
Sambil membuka matanya perlahan, kedua orang itu langsung melihat bahwa golok mereka sudah dalam penguasaan anak muda itu.
“Ampun nakmas,...kami menyerah” Seseorang yang berperawakan sedang tapi dengan kumis melintang itu menjura sambil tanganya dalam posisi sembah kepada kedua kakak beradik itu.
“Iya...ampuni saya dan teman teman saya ndoro” Kata salah seorang yang bertubuh paling kurus.
“Sebutkan nama kalian dulu dan dari mana kalian datang” Kata glagah seto kemudian.
“Kami dari alas jati di tlatah kademangan randublatung nakmas” Jawab seseorang yang bertubuh paling kurus. Setelahnya yang menjawab giliran orang yg berperawakan sedang dengan kumis melintang...
“Nama saya Tanu joyo nakmas, teman saya ini bernama Blarak seketi, sedangkan yang pingsan itu bernama Sambeliren” Glagah seto dan glagah wiru termangu mangu mendengar pengakuan ketiganya.
“Jadi maksud apa kalian datang jauh jauh dari randu blatung?” Tanya glagah wiru..
“Kami hanya sekedar disuruh untuk menyampaikan sebuah surat dari ndoro kami nakmas” Jawab Tanu joyo.
Glagah wiru dan glagah seto makin penasaran dengan jawaban ketiga orang brandalan dari alas jati randu blatung itu.
“Serahkan surat itu pada kami,  dan ceritakan surat ini dari siapa dan untuk siapa” Sela glagah seto.
“Sesungguhnyalah surat ini dari ndoro kami Begal guntur geni untuk seseorang yang kami belum tahu siapa orang itu,...hanya dari petunjuk ndoro kami, bahwa orang yang akan menerima surat ini sudah menunggu dipohon randu alas antara kademangan paten njurang dengan kademangan wirosari nakmas” Cerita yang sangat lengkap dari salah seorang ketiga orang itu yang bernama blarak seketi.
Tak urung sepasang glagah kembarpun menganggu angguk, dilihat dari caranya bercerita kedua orang itu tidak berbohong, setelah mendengar penjelasan keduanya, glagah seto pun berkata...
“Baik aku ampuni kalian bertiga, tapi dengan tiga syarat, yang pertama kalian harus membayar makanan dan minuman serta perabotan yang telah menjadi rusak karena kalian, kedua kalian harus pergi dari kademangan ini dan jangan sampai terdengar oleh kami bahwa kalian bertiga membuat onar lagi dikademangan ini, ketiga sampaikan salamku kepada ndoromu Begal guntur geni, katakan kepada mereka...Sepasang glagah kembar siap untuk pertarungan yang ke dua”.
Sesungguhnyalah semua yang  berada di situ dan yang mendengarnyapun seperti terkaget kaget. Dua tokoh yang sedang menjadi pembicaraan kalayak ramai, antara Sepasang Begal guntur geni dengan Sepasang Pendekar glagah kembar, disebut sebut dimuka mereka.
Bahkan didepan mereka telah berdiri dan menyelamatkan jiwa mereka ternyata tokoh muda yang sedang menjadi pembicaraan, Glagah wiru dan adiknya Glagah seto yang terkenal dengan julukan sepasang Pendekar glagah kembar.






Share


Yogyakarta, 2012-04-08 : 08:44:25
Salam Hormat
Gigih Santosa

Gigih Santosa mulai gabung sejak tepatnya Minggu, 2012-02-26 09:57:36. Gigih Santosa dilahirkan di Gunung mempunyai motto Hidup adalah jalan untuk kembali kepada Nya.
Cerita Bersambung : 9 Karya
Cerita Pendek : 14 Karya
Prosa : 1 Karya
Puisi : 6 Karya
Kisah Nyata non Privacy : 1 Karya
Total : 31 Karya Tulis


DAFTAR KARYA TULIS Gigih Santosa


Isi Komentar Fajar Menyingsing di Blora. (chapster 4 : Bersatunya Golongan Hitam) bag.1 3625
Nama / NameEmail
Komentar / Comment
BACK




ATAU berikan Komentar mu untuk karya Fajar Menyingsing di Blora. (chapster 4 : Bersatunya Golongan Hitam) bag.1 3625 di Facebook



Terimakasih
KASTIL CINTA KU ,



CORNER KASTIL CINTAKU Mutiara Sukma
Orang sukses terus bekerja sebelum orang lain berhenti
MIS Mutiara Sukma : Dian Tandri | Suryantie | Ade Suryani | Arum Banjar Sarie | Ambar Wati Suci | Chintia Nur Cahyanti